Selasa, 02 Juni 2020

Hiruk pikuk sosial dalam "equality before the law" untuk kesejahteraan rakyat.

Asas “Equality Before the Law” menjadi salah satu konsep hukum bagi setiap negara hukum di dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Equality Before The Law adalah satu terminologi hukum yang memiliki makna adanya persamaan posisi di hadapan hukum, yang berarti terdapat suatu kesetaraan atau kesamaan dalam hukum pada setiap individu.

Di Indonesia, asas ini dibingkai dalam Pasal 27 ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yakni: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan  itu dengan tidak ada kecualinya.”

Artinya, keberadaan makna “Equality Before the Law” memiliki kesetaraan makna dengan makna yang terkandung dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, yaitu setiap warga negara Indonesia kedudukan haknya sama dan tidak dibeda-bedakan di dalam hukum dan pemerintahan. Dengan kata lain, kondisi sosial dalam implementasi hukum di Indonesia haruslah memegang teguh asas ataupun prinsip “Equality Before the Law”.
  
Akan tetapi, sejumlah fenomena hiruk-pikuk sosial dalam “Equality Before the Law” menjadi satu konsumsi bagi sosial-kemasyarakatan kita saat ini. Tidak sedikit keresahan sosial yang kita dapati akibat dari kurangnya implementasi “Equality Before the Law” dalam kehidupan sosial kita. Misalnya, fenomena pelaksanaan PSBB dalam situasi pandemi COVID-19. Dalam hal ini, tampak penerapan hukum atas kondisi sosial PSBB masih kurang maksimal. Masih terlihat samar adanya pejabat publik yang melanggar kondisi PSBB, sementara itu warga biasa diterapkan untuk ketat melaksanakan keberadaan PSBB.   

Jelas adanya, pemerintah telah memberikan aturan serta prosedur yang patutnya dijadikan pedoman dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial-kemasyarakatan. Hal ini menjadi penting bagi kita masyarakat sosial dalam mencapai tujuan pemerintah, yakni memetakan dan memutuskan mata rantai penyebaran pandemi COVID-19 yang sedang kita alami.

Kondisi adanya hiruk-pikuk “Equality Before the Law” telah dipaparkan oleh Donald Black dalam buku The Behaviour of Law, yaitu proses bekerjanya hukum di samping menegakkan pasal-pasal dalam undang-undang, juga dipengaruhi oleh faktor di luar hukum. Salah satunya adalah stratifikasi sosial. Semakin kuat stratifikasi sosial (kedudukan) seseorang, maka semakin berpotensi orang itu mendapatkan perlakuan berbeda di depan hukum. Di sisi lain, pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir menggambarkan bahwa implementasi pelaksanaan PSBB di Indonesia masih perlu penerapan hukum yang tegas, yakni peraturan yang tidak diskriminatif.      

Guna mengatasi hiruk-pikuk sosial tersebut, perlu adanya integritas, kredibilitas, profesionalisme, dan kesadaran hukum oleh masyarakat serta penegak hukum, khususnya pada prinsip “Equality Before the Law”. Bila hal ini dapat digalakkan, maka tidak akan ada lagi yang namanya pepatah “hukum Indonesia tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Denga kata lain, keberadaan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 nyata tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan kita.


HIDUP MAHASISWA
HIDUP RAKYAT INDONESIA
SALAM KEADILAN, VIVA JUSTICE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FARMASIS DIUJUNG TANDUK, PEMERINTAH KEMANA ?

Saya paham betul, negara ini sedang berusaha bangkit dari keterpurukan. Hantaman COVID 19 bukan main, duka mendalam bagi angka kesaki...